KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb.
Puji
syukur kehadirat Allah swt.,karena dengan rahmat dan nikmatnya, yaitu nikmat
kesehatan dan nikmat kesempatan agar kami dapat menyusun makalah ini.
Kami
berusaha sebisa mungkin untuk menyusun makalah ini sebaik-baiknya agar dapat
dibaca untuk semua kalangan. Mudah-mudahan ilmu yang ada didalam makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua dan dapat memenuhi harapan kita
semua untuk meningkatkan pengetahuan kita semua dalam berbagai hal.. Amiinnnn.
Akhirnya
ungkapan syukur yang mendalam kepada
Allah Swt. yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini dan makalah ini benar-benar bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Akhir
kata, kami mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan
kata dan penyusunan dalam makalah ini. Jadilah pemenang dan jangan jadi
pecundang !
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Hormat kami,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara
utuh kami kutip penjelasan pasal 32 Undang-Undang 1945 yang menyatakan bahwa
“Kebudayaan Bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budidaya rakyat
Indonesia seluruhnya”. Kebudayaaan lama dan asli yang terdapat sebagai
puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah diseluruh Indonesia terhitung sebagai
kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya
dan persatuan bangsa tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Dari
penjelasan ini memberiri arah kepada kita bahwa kebudayaan nasional tetap dan
harus berdasar serta berakar pada puncak-puncak kebudayaan asli di
daerah-daerah. Keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat Indonesia diwarnai oleh
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan, dengan demikian puncak-puncak
kebudayaan lama dan asli tersebut mestilah memiliki unsur kebudayaan yang
memenuhi syarat menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan bangsa.
Suku
kutai dan suku dayak termasuk penduduk asli Kalimantan Timur. Seperti yang kita
pahami bersama penduduk asli adalah mereka yang sejak zaman prasejarah telah
tinggal di kawasan Republik Indonesia, ciri-ciri biologis suatu kelompok
manusia dan disertai kehidupan turun-temurun dalam suatu lingkungan alami
tertentu dan secara relatif terpisah satu dari yang lain telah menumbuhkan keanekaragaman
budaya, kelompok-kelompok itu ada yang kecil dan ada yang besar dan ada yang
besar sekali yang masing-masing membentuk suatu kebudayaan tersendiri dengan di
tandai oleh berbagai unsur budaya yang khas antara bahasa, sistem sosial, dan
bentuk-bentuk kesenian lainnya.
Pada
makalah ini, kami akan membahas secara rinci proses adat kematian suku dayak
Benuaq di Kalimantan Timur yang dilaksanakan secara berjenjang. Jenjang ini
menunjukkan makin membaiknya kehidupan roh orang yang meninggal di alam baka.
Orang Dayak Benuaq percaya bahwa alam baqa memiliki tingkat kehidupan yang
berbeda sesuai dengan tingkat upacara yang dilaksanakan orang yang masih hidup
(keluarga dan kerabat). Alam baka dalam bahasa Benuaq disebut secara umum
adalah Lumut. Di dalam Lumut terdapat tingkat (kualitas) kehidupan alam baqa.
Kepercayaan Orang Dayak Benuaq tidak mengenal Nereka. Perbuatan-perbuatan jahat
yang dilakukan Orang Dayak Benuaq telah mendapat ganjaran selama mereka hidup,
baik berupa tulah, kutukan, bencana/malapetaka, penderitaan dll. Itu sebabnya
Orang Dayak Benuaq meyakini jika terjadi yang tidak baik dalam kehidupan
berarti telah terjadi pelanggaran adat dan perbuatan yang tidak baik. Untuk
menghindari kehidupan yang penuh bencana, maka orang Dayak Benuaq berusaha
menjalankan adat dengan sempurna dan menjalankan kehidupan dengan
sebaik-baiknya.
B. Rumusan Masalah
Mengacu
pada permasalahan di atas, berikut ini adalah rumusan masalah tersebut, yaitu :
1. Apa
saja prosesi yang dilakukan selama upacara adat kematian ?
2. Bagaimana
tata cara urutan proses upacara adat kematian tersebut ?
3. Bahan-bahan
apa saja yang diperlukan selama prosesi upacara adat kematina ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memberikan
masukan-masukan dan informasi baru yang akurat tentang kebudayaan Kalimantan Timur,
terutama kebudayaan suku dayak Benuaq
2. Memberikan
sumbangan berharga bagi ilmu pengetahuan
3. Tersedianya
data yang berguna bagi bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang salah satu
kebudayaan Kalimantan Timur
D.
Manfaat
Penulisan
Untuk
menambah pengetahuan atau ilmu bagi orang yang membaca makalah ini agar lebih
mengetahui secara mendalam kebudayaan khas Kalimantan Timur dari suku dayak
Benuaq
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Suku
Dayak Benuaq
Dayak
Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kalimantan Timur. Berdasarkan
pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku
Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku
Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti
luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah
negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal
sebuah kelompok/komunitas. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq
berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu. Menurut leluhur orang
Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini
oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah.
Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi
langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat
para ahli. Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat
dan Mook Manar Bulatn. Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun
dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq,
dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek. Suku Dayak Benuaq
dapat ditemui di sekitar wilayah Sungai Kedang Pahu di pedalaman Kalimantan
Timur dan di daerah danau Jempang. Di Kalimantan Timur, sebagian besar mendiami
Kabupaten Kutai Barat dan merupakan etnis mayoritas (+/-60 %). Mendiami di
Kecamatan Bongan, Jempang, Siluq Ngurai, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai,
Nyuatan, sebagian Bentian Besar, Mook Manor Bulatn serta Barong Tongkok.
2.
Upacara Saat
Kematian
Tanda-tanda
seseorang akan meninggal dunia kadang-kadang dapat kita lihat terutama pada
orang dewasa/lanjut usia. Tanda-tanda itu antara lain :
a)
Gegulag, yaitu timbul
perbuatan/tingkah laku yang aneh dari orang yang sakit dan ia tidak
menyadarinya. Contohnya : tiba-tiba ia bangun ingin jalan seperti ada yang
dicarinya dan lain sebagainya.
b)
Nerakuq, yaitu bunyi
napas yang nyaring, mula-mula kedengaran cepat dan lama-lama semakin lemah dan
lambat.
c)
Ngebintakng, yaitu mata
kelihatan berkunang-kunang dan badan tidak berdaya.
d)
Pekasakng Kinas, yaitu napas
ikan, artinya bahu terangkat saat bernapas dan akhirnya napasnya habis lalu ia
meninggal dunia.
Tindakan awal
yang dilakukan para keluarga pada saat kematian :
a.
Sebelum
dianggap mati betul, keluarga akan memukul gong cepat-cepat sebagai tanda ada
orang sakit parah. Bagi keluarga yang belum mengetahuinya, mereka akan
diberitahukan dengan suara gong itu.
b.
Setelah
dianggap mati/meninggal dunia, mereka akan memukul tambur dup-dup sebagai tanda
bahwa orang itu telah mati. Memukul tambur tadi disebut neruak.
c.
Titi yaitu memukul
sejumlah gong dengan irama silih berganti lambat-lambat. Titi berlangsung lama untuk memberitahukan para keluarga warga desa
yang jauh, sebagai tanda penyertaan keluarga yaitu bersama arwah penunjuk
jalan.
d.
Mayat
ditutup sementara dengan kain lalu dipagari dengan kelambu mayat berwarna-warni
dan ditambal kain berwarna-warni. Biasanya warna merah/hitam yang paling
dominan. Lalu, keluarga menyiapkan air pencuci mayat. Para warga yang datang
membantu dengan sukarela. Air dimasukkan ke dalam antang dicampur dengan bahan
pewangi seperti jeruk; daun selasih; air kelapa muda; langir wakaai sejenis
akar; mayang dari pinang; dan umbut teniq.
e.
Memandikan
mayat yang dilakukan oleh keluarga terdekat mayat sementara yang lain memulai
titi lagi. Lalu, mayat didudukkan di atas gong, di atas kepala dibentangkan
kain putih yang telah dilobangi kecil-kecil sebagai saringan waktu menjatuhkan
air. Mayat dilap agar kering dan bersih lalu dikenakan pakaian, baju dan
celana.
f.
Neruhuq. Jika yang meninggal
itu orang dewasa maka dilanjutkan dengan acara neruhuq yaitu doa kepada dewa sahabat, tangai tamui dan arwah leluhur agar mereka menjemput dan bila ia
mati kena sihir supaya arwah membalasnya (tangan mayat menggenggam sebuah
Mandau & daun biyowo) bersamaan
dengan alat itu ada tombak, ayam jantan merah disatukan dengan Mandau.
g.
Matik, yaitu mencap
mayat dengan darah ayam. Ambil sepotonh rotan ujungnya dibelah 4 lalu dibakar
dan dicelupkan dalam darah ayam. Tempay yang dicap adalah : dahi mayat, pelipis
kanan dan kiri, sepanjang tangan, di dada, di belakang dan dipaha/kakinya.
Tujuan dari matik adalah pada waktu ia mati banyak dewa sahabat mengatakan ia
mati, namun ia menyangkal bahwa ia pulang ke rumah leluhurnya. Lalu para dewa
menunjuk tanda mati pada tubuhnya. Pada saat itu ia mengaku bahwa ia memang
telah meninggal dunia dan ia memohon pada para dewa untuk mendoakan para
keluarga si arwah agar mereka hidup baik, murah rezeki dan umur panjang.
h.
Mayat
dibungkus dengan kain jika ada sampai 7 lapis, dengan bagian luar kain putih.
Mayat diiikat, dagu mayat, kedua ibu jari, disatukan agar tidak renggang tetapi
rapi. Setelah dibungkus diikat sampai tujah ikat dengan sobekan kain. Mayat ditutupi
dengann kain lagi dan payung terbuat dari daun biru sejenis nipah.
i.
Papaat Buhur. Buhur ialah tali dari kulit kayu yang
dikeringkan dan dibuat delapan simpul atau ikitan. Tali itu digantungkan, lalu
sambil berdoa tali itu dibakar ujung bawahnya. Kita lihat sampai mana api itu
mati. Jika api mati pada simpul pertama berarti dia meninggal karena umur sudah
menentukan. Bila api mati pada tingkat kedua berarti dia mati karena melanggar
aturan dalam hidupnya. Bila api mati pada tingkat ketiga maka ia mati karena
disihir dengan sesama manusia. Bila api mati pada tingkat keempat maka ia mati
karena kepohonan. Bila api mati pada tingkat kelima maka ia mati karena dewa
sahabat (tangai tamui). Bila api mati
pada tingkat pada tingkat keenam maka ia mati karena dewa air yaitu juwata.
Bila api mati pada tingkat ketujuh maka ia mati karena dewa jin harimau (nayuq timang). Pada tempat api mati itu
tukang memohon kepada para dewa dan arwah roh leluhur menuju jalan baru dan
janganlah ia lengah dijalan, sebab ditengah jalan bernama saikng serentenapm
ada hantu yang suka menyesatkan, inilah tanda dari keluarga mu yaitu sebuah
tali, dan alat penuntun untuk menerangi arwah dijalan.
j.
Musyawarah
keluarga. Para keluarga yang telah datang bermusyawarah bersama. Tahap pertama
mencari kayu untuk lungun. Biasanya
para keluarga/warga desa datang siap membawa alat untuk membuat lungun yaitu tempat dari sebuah batang
kayu, dilubangi dan diberi tutup dengan rapi. Kaum wanita datang membawa
sumbangan berupa beras, garam dan lainnya bila ada dan bila tidak ada mereka
juga datang untuk menyatakan rasa dukacita mereka yang sangat mendalam.
Pekerjaan dibagi-bagi, ada yang ikut membuat lungun, ada yang tinggal dirumah membuat tangga mayat/lungun, tempat membawa lungun ke atas
rumah. Pokoknya hari itu sebagai hari berkabung orang sekampung. Biar hanya
hadir, kehadiran warga menunjukkan rasa turut berdukacita, saling memperhatikan
diwaktu terkena musibah dan saling membantu yang dalam bahasa suku Benuaq
disebut “sempekat”. Setelah lungun
selesai, lungun dimasukkan ke dalam rumah melalui tangga baru tadi. Mengapa
tidak boleh melalui tangga rumah ?
Ada beberapa unsur penyebab,
yaitu : (a) Dengan adanya tangga baru itu memudahkan membawa mayat karena
dibuat dekat tempat mayat. (b) Lungun
dan mayat ditaruh lama dalam rumah, menjaga agar bila lungun itu bocor tidak
mengotori dalam rumah, tangga, dsb. (c) banyak orang beranggapan bila orang
mati ada hantu yang datang, hantu-hantu masuk dari tempat keluar masuknya lungun/mayat. (d) Orang yang telah mati
jangan disamakan dengan orang yang masih hidup, setelah mayat diantar ke kubur,
biarlah pintu itu sementara ditutup rapi melambangkan sesuatu bahwa kematian
itu sulit terjadi lagi. Lungun tadi sebelumnya diberi dempul, pori-pori ditutup
dengan dammar agar tidak ditembusi bau busuk.
k.
Memasukkan
mayat ke dalam lungun. Pada waktu memasukkan mayat ke dalam lungun, orang mulai
titi lagi. Semua tali pada dagu, tangan, kaki dibuka setelah mayat tadi berada
dalam lungun. Dibagian kepala diberi sebuah piring. Pakaian dimasukkan, pisau
lading dimasukkan bila masih bias. Lalu ditaburi obat pengawet yaitu daun
kerehau, bunga lang-alang dan pinang. Pada saat sekarang dicampur lagi dengan
teh agar mayat tidak mudah busuk. Lungun pun ditutup dengan rapi. Tutupnya
dilem dengan dammar, lalu diikat dengan rotan sebanyak tujuh tingkat. Di atas
tempat mayat dibuat tempat yang disebut pesilo untuk menggantungkan pakaian dan
piring sebanyak 7 piring. Jumlah tujuh menandakan pembagian untuk arwah. Piring digantung bolak-balik artinya ada yang
telentang dan ada yang telungkup. Di samping lungun ada sebuah sumpit/tombak
didirikan dan sebuah kain merah digantungkan disebut “oritn penapm” dan
selanjutnya musyawarah keluarga yang kedua untuk merundingkan upacara adat
kematian yang akan dilaksanakan kemudian.
3.
Pembuatan
Lungun
Lungun
dibuat setelah rapat keluarga selesai. Sebelum membuat Lungun biasanya keluarga
menyediakan tepung tawar atau jomit burai. Semua orang yang membantu membuat
lungun memasang tepung tawar itu pada tubuhnya agar mereka bekerja dalam
keadaan selamat.
4.
Kayu
Untuk Lungun
Biasanya
diambil dari pohon buah-buahan durian bagi orang biasa. Bila yang meninggal itu
mantiq (kepala adat, Petinggi) maka lungunnya dari pohon Benggeris atau ulin.
Jika kayu lungun itu pecah, akan segera diganti, tebang kayu yang baru lagi.
Mengapa lungun dibuat dari kayu yang bulat? Tempat mayat
harus kuat dan tebal, karena harus tahan beberapa hari untuk menyimpan mayat
dalam rumah. Mayat belum bisa dikuburkan bila upacara kematian belum selesai.
Setelah upacara kematian selesai, barulah lungun diturunkan dari rumah melalui
pintu dan tangga khusus.
5.
Perkabungan
Masa perkabungan berlaku selama upacara kematian. Para
keluarga memakai pakaian putih-putih. Bila yang meninggal itu sang suami maka
istrinya masih ada tanda berkabung lainnya yaitu dengan memotong rambut. Selama
masa perkabungan para pelayat dan keluarga tidak boleh: bernyanyi, melagukan
lagu yang bukan lagu untuk kematian, tidak boleh memainkan music yang bukan
music untuk upacara kematian umpamanya music belian, music tari gantar. Semua
orang harus menunjukkan sikap turut berbelasungkawa.
6.
Ngelangkakng
Ngelangkakng
berasal dari kata kelangkakng atau
anyaman dari bambu untuk menaruh makanan para arwah atau liau. Ngelangkakng berarti membuat kelangkakng dalam arti memberi makan
para arwah. Menurut kebiasaan sebelum diadakannya adat Kwangkai yang merupaka adat kematian yang paling besar dan
terakhir, maka bagi arwah yang baru saja meninggal dunia yang belum dibuat adat
seperti itu perlu para arwah dan arwah yang baru itu diberi makan sewaktu-waktu
terutama bila sudah mulai musim panen. Para keluarga menghubungi keluarga
lainnya yang juga mau bergabung melaksanakan adat yang serupa, mereka
memusyawarahkan menyiapakn segala biaya dan menentukan hari pelaksanaannya.
Pelaksanaan ngelangkakng
hanya memakan waktu sehari saja. Untuk member makan para arwah harus ada
seorang tukang wara atau pengawara. Dalam memangnya pengawara mengundang para arwah lalu
menyuruh mereka makan. Waktu memberi makan itu yaitu pada pagi hari, siang
hari, dan sore hari.
Setelah habis acara lalu rumah para keluarga mengantar
semua makanan arwah dalam kelangkakng
ke kuburan masing-masing. Menurut kepercayaan walaupun hanya sekali dan jarang
memberi para arwah makan, tetapi makanan itu akan membuat para arwah di Lumut banyak makanan yang tahan lama
pula.
7.
Kwangkai
Sering adat kwangkai
digabungkan pula dengan dengan kenyau,
sehingga disebut kenyau kwangkai.
Umpamanya bagi keluarga yang mampu yang telah dilaksanaakn adat kenyau lalu karena ada persiapan untuk
melanjutkan ketika adat kwangkai maka
kedua adat kematian itu langsung saja
dilaksanakan tidak menunggu tiga tahun atau empat lima tahun. Karena dalam
melaksanakan adat itu perlu adat tengkorak manusia maka kubur kelu arga yang
telah lama yang diperkirakan tulang-tulangnya sudah kering dibongkar. Setelah
upacara selesai nantinya semua tulang itu disimpan dalam kotak ulin berukir
yang disebut Tempelaq.
Adat kwangkai
sering pula dilaksanakan setelah upacara lainnya selesai, seperti Parapm Api, Kenyau Pekintuh atau Menyau. Kwangkai dilaksanakan tiga tahun atau lebih kemudian hari menunggu
tulang-tulang mayat menjadi kering dapat dibongkar. Selain itu agar para
keluarga dapat mentiapkan segala keperluan untuk kwangkai.
8.
Lamanya
Upacara Kwangkai/ persiapannya
Sikap dan perbuatan yang sangat menonjol bagi nenek
moyang kita tempo dulu ialah sikap dan perbuatan sosialnya. Bila ada keluarga
yang akan melakukan pekerjaan yang besar mereka selalu musyawarah, bantu
membantu dengan sukarela. Sikap itu mereka latih kepada setiap generasi sejak
dini. Umpamanya bila ada keluarga yang sedang sakit lalu mereka membuat upacara
penyembuhan berupa belian, sang bapak atau ibu mendidik putra-putrinya dengan
menyuruh mereka ikut membantu keluarga yang menderita itu. Ada yang ikut
mengambil ubi katu diladang, ada yang potong api, ada yang membantu memukul
musik waktu belian. Dan jika tidak bisa semuanya asalkan turut hadir menjengguk
keluarga yang sakit.
Begitu
pula dalam hal adat kematian, jauh-jauh hari para keluarga sudah bermusyawarah.
Keluarga pelaksana utama mengajak keluarga lainnya yang punya keluarga yang
meninggal namun belum dikwangkai agat
turut bersama-sama melaksanakan upacara kwangkai.
Dengan cara ini bagi keluarga yang mestinya belum mampu/ tidak mampu. Kwangkai, dapat pula menyelesaikan
upacara adat kematian yang besar itu, dengan demikian para arwah telah mampu
menempati Lumut atau surge yang amat
bahagia, berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Para keluarga membuat lading
besar, dengan segala upaya mereka membeli seekor kerbau atau dengan beberapa
ekor babi untuk melaksanakan kwangkai. Karena perlengkapan telah disiapkan maka
lamanya upacara kwangkai dapat ditentukan 2 x 7 = 14 hari dan maksimum sampai 3
x 7 = 21 hari. Kwangkai/ pekerjaan
dimulai setelah segala perlengkapannya selesai.
9.
Proses
Ritual Kwangkai
No
|
Kegiatan Yang Dilaksanakan
|
Penjelasan Singkat
|
1.
|
Acara pembukaan /Mulai Wara
|
Sebelum
mulai , dipersiapkan alat-alat perlengkapan yang terdiri dari : satu ekor
babi, satu ekor ayam, tepung tawar, dupa, berkas, piring, mangkok, pakaian,
makanan dan lain sebagainya. Para pelaksana do’a disebut Pengawara segera memulai
do’anya.
Pengawara
yang biasanya terdiri dari beberapa orang berikutnya memasang tepung tawar
pada tubuh mereka msing-masing yaitu pada jari kaki, dahi, belakang sambil
mereka melafalkan do’a pada dewa kuasa agar mereka mulai dalam keadaan suci.
Mereka mengundang dewa sahabat yang disebut ‘Entuq’ agar mereka merasuk para
pengawara mempunyai kuasa/daya dalam setiap do’a/mantra selama melaksanakan
upacara tersebut.
Pengawara
mengambil beras sejumput lalu mendupainya dan bersama-sama menghambur beras
itu ke atas sebagai tanda mereka mengundang dewa beras bernama “Luwikng
Boyas” ini dimohon turun dari benua atas langit untuk turut memperlancar
jalannya doa dan upacara.
Pengawara
menghadap hidangan makanan, mengundang para arwah (Liau) untuk makan hidangan
yang di sediakan itu. Inilah acara memberimakan arwah yang pertama kalinya
dalam upacara tersebut. Acara ini disebut “Petunuq Okatn” artinya menunjuk
hidangan makanan. Acaraini cukup lama. Pengawara membaca mantranya
bersahut-sahutan. Mereka melakonkan arwah telah datang memenuhi undangan,
lalu mereka makan dan minum, merokok, menyirih mencuci tangan dan akhirnya
arwah pulang ke Lumut/Surga. Demikianlah inti mantra yang diucapkan para
pengawara.
Malam
harinya pengawara mengundang lagi dewa kuasa lainya yaitu “Luwikng”. Ia
tinggal di atas sana di tempat yang bernama Batuq Nongker Langit Kutaq Lonyau
Bulao. Ia diminta turun ke tempat acara (Ruakng Bunang) agar ia juga
menyertai dan memperlancar acara hingga selesai.
|
2.
|
Dongeng menceritakan asal mula Langit
dan Tanah
|
Sebelum mendongengkan hal lain maka
terlebih dahulu penguwara mendongengkan asal mula Langit Tanah. Maksudnya
adalah menerangkan bahwa apa yang kita buat/lakukan ada sebab musababnya, ada
yang ditiru dan ada asal mula terjadinya. Karena tanah dan langit merupakan
wadah semua makhluk mka didongengkan terlebih dahulu dari yang lainya.
Cerita/dongeng ini diucapkan dalam lagu wara ada beberapa macam. Banyak
memakai kata-kata kiasan. Acara ini
memakan waktu lebih kurang satu hari satu malam.
|
3.
|
Dongeng Api, Dupa
|
Perlu dijelaskan bahwa tiap hari ada
acara tetap dan sama yaitu member makan para arwah sebanayak 3 kali : pagi,
siang, dan sore hari. Pengawara dapat bermanfaat bagi manusia ddan berguna
untuk dipakai dalam upacara.
|
4.
|
Dongeng Ayam, Babi, Pedang, Kelapa,
Pinang, Sirih, Kunyit, Kapur, dan dongeng Tembakau
|
Acara ini selama satu hari. Pengewara
menjelaskan asal mula benda tersebut dapat menjadi alat pelengkap dalam
upacara.
|
5.
|
Mungkaq Selimaat dan Netak Balotn
Biyoyukng
|
Selimat adalah semacam kotak berbentuk
limas digantungkan dalam rumah. Pengewara menceritakan asal mula adanya alat
ini, dan mengapa alat itu dipakai dalam upacara.
Pada acara ini disediakan satu ekor
babi dan satu ekor ayam, disembelih sebagai hewan kurban. Sesaat akan menggantungkan
Selimaat pengewara membaca mantranya diikuti para keluarga. Sore harinya
pengawara mengundang dewa pemelihara Selimat diBenua atas langit bernama
“Batuq Sintuq”. Setelah kata memakng mereka sampai di tempat itu, maka
dewa-dewa di sana mengirimkan utusan khususnya untuk mengambil dewa yang
dimaksud yaitu ketempat yang bernama Tasik Marukng Bematn. Dewa utusan khusus
itu bernama Tukuk Belansietn. Dialah yang membawa selimat, dewa Gong, Tambur
dan semua jenis alat musik yang lazim dipakai dalam upacara, masing-masing
tujuh buah. Pada waktu memakng mereka selesai yang menyatakan para dewa
datang membawa alat-alat tadi, maka semua pengawara bangkit menari
(ngerangkau) lalu duduk beristirahat.
Perlu diketahui sebelum para dewa
sampai di tempat upacara, mereka juga singgah di tengah jalan yaitu di Benua
Bermauq Tuhaq membawa tengkorak manusia sakti bernama Datu dan Dara istrinya.
Mereka bersama-sama mengepalai perjalanan menuju ke bumi/tempat acara.
Malam hari mulailah acara menariyang
disebu Ngerangkau, untuk makan malam pertama.
|
6.
|
Pesengket Aning Tulakng
|
Sebelum acara dimulai disiapkan satu
ekor babi dan satu ekor ayam untuk disembelih. Aning Tulkng adalah tulang belulang serta tengkorak yang telah
dibongkar dan dibersihkan sebelum upacar dilaksanakan. Tulang-tulang itu
disimpan ditanah/dihalaman rumah. Disediakan serapo/pondok kecil sebanyak dua
buah dihalaman rumah. Acara ini dilaksanakan mula-mula diserapo tersebut. Ada
yang mewakili pihak keluarga ada pula yang mewakili/dari pihak arwah. Mereka berdialok dengan lagu wara. Mereka
menjamu(makan,minum,merokok). Pihak keluarga menjelaskan maksud mereka
mengundang para arwah, lalu mempersilahkan mereka naik kerumah.
Mereka menuju tangga. Disampong tangga
bias dibuat tangga khusus dari kayu hidup (bentolam) dan sehelai kain putih
diikat pada kayu itu sebagai alat untuk naik.
Sampai dalam rumah pihak arwah tadi dan peserta lalu menari merangkau,
lalu duduk istirahat. Mereka kembali dijamu oleh keluarga. Pihak arwah kembali melanjutkan memakngnya
dalam lagu ngakai, namanya. Meksud mereka diundang sementara itu pihak
keluarga ,menyambut dengan memasang tepung tawar, memberi rokok, memerciki mereka dengan air tanda mereka
sebang atas kedatangan para arwah. Dan sebaliknya pihak arwah membalas dengan
perbuatan yang sama sambil mendoakan para keluarga dengan lagu ngakai juga
member penjelasan kepada pihak arwah dan mempersilahkan mereka mencicipi
hidangan ala kadarnya.
Sesuai acara tengkorak disimpan di
selimaat. Dan setiap ngerngkau tengkorak-tengkorak itu dipukul dibawa menari,
sebagai ungkapan kegembiraan keluarga
terhadap para arwah. Mereka menari bersama, sama-sama bersuka cita.
|
7.
|
Dongeng Selimaat, Bambu, Balok
|
Dongeng ini selama satu hari. Malam
hari acara ngerangkau.
|
8.
|
Dongeng Kayu Ulin , Lemo
|
Karena ulin dipakai juga untuk
belontang maka didongengkan juga asal mula adanya kayu ulin/alat tersebut.
Malam hari acara tetap ngerangkau.
|
9.
|
Dongeng asal mula adanya air di Bumi
(Putakng)
|
Pagi, siang, dan sore acara tetap
member makan arwah, setelah atau disela acara itu pengawara menceritakan asal
mula adanya air dibumi ini. Malam hari Ngerangkau.
|
10.
|
Dongeng Rotan, Pemala (makanan arwah)
|
Kegiatan ini selama satu hari.
Malam hari Ngerangkau.
|
11.
|
Dongeng Kematian dan Kwangkai
|
Menceritakan asal mula/ kematian
manusia pertama dan adat kwangkai yang perdana.
Malam hari, Ngerangkau.
|
12.
|
Dongeng Lamin, Padipulut, Padibiasa,
buah-buahan (sensiwo)uluk.
|
Lamin (rumah panjang) ada asal
usulnya, begitu pula padi-padian dan buah-buahan. Agar para keluarga cukup
makanan, tak kurang suatu apapu dalam
hidupnya. Ini doa pihak arwah yang dilakonkan oleh pengawaranya.
|
13.
|
Pesawaq Belontakng (mengawinkan
belontakng).
|
Mengawinkan Beluntang dengan batu
Nisan . agar sebelum alat- alat itu dipakai maka diceritakan dahulu riwayat
kedua lat itu yang dulunya harus dikawinkan. Ada dewa pwnguasa Belontang dan
ada dewa penguasa Nisan. Acara ini dilaksanakan ditanah/serapo. Ada yang
mewakili pihak Belontang dan ada yang mewakili pihak nisan. Dalam laagu dan ngakai mereka saling
mengadu cintanya dan akhirnya kawin. Acara ini meriah dan diikuti para
keluarga/hadirin.
Pada hari ini juga diadakan acara
memperciki tempelaq (kotak ulin bweukur) tempat menyimpan tengkorak dan
tulang belulang (tempat terakhir)
Satu ekor babi dan satu ekor ayam
disembelih, darah ya dioleskan pada tempelaaq oleh pengawara dan keluarga.
Malam hari, ngerangkau.
Setelah selesai ngerangkau dilanjutkan
dengan acara “Encoi Talitn Pakat”. Semacam surat undangan resmi kepada para
arwah,tapi dalam bentuk kata-kata memang/doa pengawara, yang ditunjukan
kepada semua arwah/leluhur. Bahwa mereka diundang untuk menghadiri acara
berikutnya sampai penyerahan tempat-tempat termulia bagi para arwah yaitu
sebuah kotak kecil berukir: Tempelaq, kemudian para arwah diharap hadir dan
menerima upacara puncak yaitu penombakan kerbau pada hari puncak nanti.
Alat untuk mengundang tadi yaitu
sebuah ayunan yang disebut Siliu berkepala naga. Sambil melepas mantra/
menangkap kata-kata undangan pengawara mengayun-ngayun Siliu. Alamat yang
dituju adalah Lumut tempat Liau dan Tenangkai tempat Kekalungan.
|
14.
|
Mendirikan belontang dan tempelaaq
|
Pengawara bersama keluarga pergi ke
lokasi tempat mendirikan kedua aklat tersebut. Tempat-tempat tersebut
diperbaiki dengan air. Lalu pengawara menggaris tanah sambil berdoa agar
tempat itu diberkati oleh dewa kuasa agar layak menjadi kedua alat tersebut.
Kemudian kedua alat tersebut
didirikan.
Malam hari Ngerangkau.
|
15.
|
Persiapan
|
Hari ini pengawara hanya member makan
para arwah seperti biasa sebanyak tiga kali/
Kemudian mendoakan beras yang akan
dibuat kue/tumpi, lemang dsb. Acara ini disebut Pejiak Jakatn.
|
16.
|
Pesalikng Kelalungan (mengundang dan
menyambut Kekalungan)
|
Kekalungan adalah Jiwa/Roh
Tengkorak mereka tinggal di Tenangkai.
Untuk persiapan inidisediakan satu
ekor babi dan satu ekor ayam. Pengawara mengundang para kekalungan secara
resmi untuk menghindari acara puncak. Mereka menggunakan ikat kepala merah.
Berdiri di depan tangga khusus dalam rumah sambil membaca mantra atau kata-kata
Undangan. Mereka membawa para kekalungan turun lalu duduk istirahat. Para
keluarga menjamu dengan sebuah hidangan. Sementara dilaksanakan lagi dialog
antar keluarga dan pihak arwah kekalungan. Ketika acara sedang berjalan para
keluarga pun menyambut kedatangan para arwah itu dengan memasang tepung
tawar, memerciki dengan air dan member rokok kepada pengawara /keluarga yang
berperan dari pihak arwah . pihak arwah mendoakan para keluarga semuanya
diungkapkan dalam lagu ngakai yang dilaksanakan secara bersahut-sahutan.
Malam hari , ngerangkau.
|
17.
|
Pesalukng Liau (mengundang dan
menyambut Liau)
|
Disediakan dua ekor ayam dan satu ekor
babi. Liau adalah Roh/Jiwa tubuh atau badan. Mereka tinggal di lumut.
Pengawara menggunakan ikat kepala putih turun ke tanah pergi ke ujung jalan
disitu mereka dalam lagu wara. Mereka menyusuri beberapa tempat. Sampai masuk
ke Lumut: mereka membawa para arwah ke bumi/tempat acara untuk memenuhi
undangan keluarga. Mereka pulang menuju ke serapo, disitu mereka dijamu oleh
keluarga. Pertama, mereka mengadakan permainan sabung ayam. Disediakan satu
ekor ayam jantan (merah) untuk pihak arwah Liau dan satu ekor ayam jantan
untuk pihak keluarga. Ayam pihak Liau dipasang taji bambu, ayam pihak
keluarga dipasang taji besi. Kedua ayam disabung dalam sebuah kandang kecil.
Sebelum dilepas kedua belah pihak saling menawarkan bayarannya. Setelah cocok
barulah kedua ayam dilepaskan untuk disabung. Ayam pihak Liau /arwah harus
cepat-cepat dipukul agar ia kalah, pihak keluarga harus menang. Permainan ini
mempunyai arti kiasan agar segala penderitaan dibawa arwah termasuk
kematian/maut di bawa arwah Liau pulang. Sebaliknya para keluargaselalu
tahan/tidak kena segala musibah, dikemudian harinya.
Permainan berikutnya adalah permainan
Jeluk Kayuq, menghindari tujuh tumpuk kayu dan sekali masuk hentakah alu yang
dimainkan oleh beberapa orang. Kayu itu dibongkar habis oleh pengawara.
Setelah itu mereka langsung menuju tangga rumah. Permainan ini juga mempunyai
arti kiasan: pertanda kedua pihak sama-sama senang, karenanya para Liau tak
akan tinggal mengganggu manusia di bumi. Tetapi setelah selesainya semua
acara mereka segera pulang ke Lumut.
Nah, ditangga tadi dalam acara khusus
lagi yaitu memohon agar dewa kuasa memerciki para Liau agar mereka dalam keadaan
baik tak mengganggu manusia. Kemudian pengawara memotong sebuah suman di
dekat tangga sambil berdoa agar seperti suman yang terpotong itu maka
kematian telah habis, tak ada lagi. Selanjutnya mereka naik ke atas rumah.
Mendoakan hewan kurban diserambi rumah setelah itu hewan-hewan kurban itupun
disembelih. Mereka masuk ke dalam rumah langsung menari Ngerangkau tanda
mereka betul-betul datang dengan hati yang senang. Mereka dijamu seperti
biasa oleh semua warga. Arwah bermalam satu malam menunggu acara puncak.
Malam hari, Ngerangkau.
Perlu dijelaskan bahwa acara
ngerangkau dilakukan oleh dua regu pria dan wanita masing-masing berjumlah 14
orang. Mereka menari ngerangkauu bergantian diiringi musik yang disebut
Domak. Selimast yang di gantung tempat tengkorak itu adalah tempat start.
|
18.
|
Persiapan untuk hari puncak
|
Perlu dijelaskan kembali bahwa pada
waktu acara pesalukng Liau, pengawara telah memberitahukan bahwa ada tempat
yang sudah disediakan bagi para arwah.
Waktu itu pengawara berperan sebagai
arwah, mereka pergi melihat tempela.
Nah, pada hari persiapan ini pengawara
pergi lagi ke Tempelaq dengan melaksanakan upacara khusus. Disediakan
makanan. Memotong satu ekor ayam dan satu ekor babi sebagai hewan kurbannya.
Ada yang mewakili pihak keluarga dan
ada yang berperan dari pihak arwah.Dalam lagu ngakai mereka saling berdialog.
Pihak keluarga saling menyerahkan tempat itu kepada para arwah, dan pihak
arwah menyatakan menerimanya dengan senang hati.
|
19.
|
Ukai Solai (acara puncak)
|
Persiapan pagi-pagi keluarga membuat
kandang kerbau yang disebut kesuncokng. Kerbau dimasukkan ke dalam kandang
kecil itu. Lehernya diikat dengan tali rotan yang diikatkan ke tiang
Belontang. Di atas kandang ada tempat pengawara/berpidato. Setelah selesai
pengawara naik keatas tempat itu mendongengkan asal mula kerbau
menyerahkannya kepada arwah sebagai hewan kurban para keluarga.
Selesai memang/doa itu pengawara naik
kembali dalam rumah.
Acara selanjutnya adalah kata- kata
sambutan oleh: Ketua Panitia, Kepala Adat, Kepala Desa dan Muspida setempat.
Terakhir pengumuman oleh panitia
-
Semua hadirin diharapkan menhadiri acara makan
bersama nati malam.
-
Berhati-hati menombak kerbau.
Acarra Membadik Kerbau
Kerbau harus ditombak karena mau
melakonkan pihak arwah turut menombaknya bersama keluarga. Oleh karena itu,
sebelum pihak keluarga mulai menombak
maka harus pihak liau dan kekalungan menembak dulu. Liau menombak sebelah
kiri kerbau dan yang berperan sebagai kekalungan menombak sebelah kanan korban.
Disusul oleh manusia/pihak keluarga sampai kerbau itu rebah atau mati.
Setelah kerbau mati, pengawara
mengajak para keluarga menarik-narik bangkai kerbau. Pengawara sebelah dan
pihak keluarga memegang tali disebelahnya.
Ditarik dalam hitungan ke-7kali.
Perbuatan itu melambangakan hewan kurban itu telah diterima dan dibawa oleh
para arwah. Dalam memangnya disebut kerbau itu telah mati dan dibawa pulang
(Nunuk nyang tempokng, berawerai nyang pukatn). Dewa yang pembawa kerbau itu
bernama Umar Pantsk Langit (dari pihak liau) dan Sulitn Layutn Kelincekng
dari pihak kekalungan. Di lumut ada padang perbau bernama Ranaai Sungkaai.
Perlu juga dijelaskan :
-
kepada kerbau yang sudah dipotong itu ada rohnya
bernama : Aning Lalukng.
Rohnya itu dipelihara Dewa Nyuq Bentas Peteh.
-
kepada kerbau yang sudah uasang disimpan dalam
rumah dipelihara Dewa Itak Olo Eso Anteh Kakah Bulatn Bolupm.
-
Di lumut para para arwah mendapt banyak kerbau
yaitu ditempat yang disebut Ranaai Sungkai.
Malam hari diadakan acara makan
bersama. Malam itu juga pengawara mengantar
pulangpara kekalungan ke Tenangkai. Mmengenakan ikat kepala merah,
diiringi musi Domak. Sebelum berangkat mereka meninggalkan pesan/nasihst
kepada keluarga yang ditinggalkan. Nasihat-petuah itu diucapkan para pengawara
dalam lagu Nyerinuq. Biasanya pada saat ini keluarga betul-betul terharu
sampai menangis mendengar segala nasihat itu. Acara mengantar kekalungan
selesai malam itu juga.
|
20.
|
Mengantar Liau ke Lumut
|
Esok harinya pengawara mengantar liau
ke lumut. Acara ini lama, karena jalan ke lumut cukup jauh. Yah, walaupaun
hanya diucap dalam memang. Mereka berangkat memakai alat yang disebut Siliu
sebuah ayunan. Pertama mereka berangkat dari rumah menuju ke sungai pahu
langsung mudikmelewati beberapa tempat: menyusuri sungai Pahu dam masuk anakm
sungai Pahuyaitu sungai Piraq di desa Besiq kec. Damai. Mudik menuju daerah
Kalteng. Banyak tempatyang mereka lalui karena memang rutenya demikian.
Tempat-tempat itu antara lain: Lumpat Nulakng, Punak Berawiq, Toyop Tuhatn,
Gesalitn Ejatn, Elekng Apaar Tana (jembatan) Ngorang Oni, Layuq Pakuq:
disinimereka istirahat bermain sabung piring (saung Pingatn). Kemudian sampai
Salkng Sentoe, Tompok Danum Rayaq (danau besar) disini mereka istirahat
menuba ikan. Lalu mereka menyeberang , sampai apar Popot (sebuah jembatan),
Bungkaq Ngerakng Sapiq, Menekng Ngerakng Bawui, Tenuk Benturukng = tempat
istirahat terakhir.kemudian sampai simpang tujuh menuju lumut. Masuk Lumut
terus ke puncak Usuk Bawo Menolong/Ngeno.
|
10.
Pekintuh
Ada
dua macam upacara Pekintuh, yaitu yang tiga malam, disebut Kenyatuh Pekintuh. Upacara Pekintuh tiga malam ini adalah sama
dengan upacara di atas tadi, yang hanya ditambah dengan acara
mengambil/mengundang secara resmi para liau/arwah. Pengawara turun ketika tanah
mengambil/mengundang para arwah di tempat yang disebut Sekwatn, liau dibawa kerumah dan disambut dengan acara ngakai
(berpantun dengan para liau). Tiap hari memberi makan para liau sebanyak dua
kali saja. Acara selesai pada hari terakhir, mayat dikuburkan seperti biasa.
Jadi semua acara dilaksanakan pada hari Parapm Api bila laki-laki hitungan
untuk waktu Parapm Api 6 menghadap, hari keenam adalah hari nyolok/persiapan
dan hari ketujuh adalah hari Parap, Api yang biasa dibuat lama atau singkat seperti
upacara-upacara diatas tadi. Alat kelengkapannya adalah sama.
11.
Kenyau
Pekintuh
Bila
upacara di atas tadi dilanjutkan, maka pada malam terakhir dilaksanakan dengan
acara mengantar tanda kepada liau bahwa mereka akan diundang lagi. Acara ini
disebut encoi talitn pakat. Lalu pada
malam berikutnya mengundang liau, kelalungan.
Pagi harinya menyambut mereka dengan adat yang disebut pesalukn (menjamu). Pertama Pesalukng
Kelalungan kemudian pesalukng Liau.
Urutan acaranya adalah sebagai berikut :
·
Dari dalam rumah pengawara turun ke
tanah mengambil liau di sekwatan yaitu pergi ke ujung jalan, lalu kembali ke
serapo. Di serapo para liau menanyakan maksud tujuan pekerjaan dalam bahasa
ngakai (pantun liau), lalu pihak manusia menyuruh para liau makan, merokok. Pada
saat para keluarga dan hadirin menjamu pengawara yang berperan dari sebelah
liau. Mereka memberi rokok tepung tawar, lalu para pengawara juga membalas
mengoleskan tepung tawar pada badan manusia sambil mendoakan mereka.
·
Acara sabung ayam, ada ayam sebelah
manusia diberi taji besi dan ayam liau diberi taju bambu saja. Setelah
menerangkan sewa kedua ayam dilepaskan, tetapi ayam liau harus segera dipukul
agar liau kalah. Kekalahan itu melambangkan tidak ada lagi kematian, hidup ini
memang dari mati, maka semoga para keluarga hidup baik dan panjang umur.
Permainan itu sekaligus sebagai tanda senang/gembira para keluarga.
·
Jeluk
kayuq. Ngekaas tungur tiokng. Ada kayu api disusun
tinggi lalu kayu itu dicungkil atau dibuang oleh pengawara sampai habis runtuh.
Kemudian menari atau ngerangkau masuk antara alu yang disebut ramak. Semuanya
itu adalah perminan bersama liau.
·
Kemudian menuju tangga. Disitu ada acara
paper pejiak-pejiaau. Pengawara memegang seikat daun pertama dengan tangan
kiri, kemudian dengan tangan kanan. Pengawara mengundang dewa Siluq untuk paper
atau memerciki hadirin agar mereka suci, agar liau pun suci (untuk sunampuluq sampuq) dan bagi Kelalungan
agar mereka membuang kematian (ngodikng
mate magah tempokng teru).
·
Menaas
rayatn yaitu memotong dua buah suman di tangga rumah.
Perbuatan itu melambangkan pemutusan atau terpisahnya manusia dari kematian.
·
Naik tangga rumah. Di samping tangga
biasa ada tangga khusus untuk liau dari kayu bentolatn terdiri dari tujuh anak
tangga. Sebagai anak tangganya ialah lemang diikat pada kayu itu. Kemudian ada
sehelai kain putih sebagai tali pemegang bagi liau. Warna putih punya arti = bura mata aweq magah tempokng taru. Artinya
bersih dari kejahatan, dari kematian, mati tidak ada lagi.
·
Pengawara naik lalu menyembelih babi di
serambi dan ayam masing-masing dua ekor. Satu untuk liau satu untuk kelalungan.
·
Masuk rumah langsung menari atau
ngerangkau tujuh kali puturan.
·
Kemudian pengawara menanyakan pekerjaan
yang harus dikerjakan lagi kepada pihak ngutaq atau orang yang punya pekerjaan,
pihak keluarga menyambut agar para liau kelalungan istirahat makan minum. Ada
dua ruratn atau dua baris makanan disediakan satu untuk makanan para liau
dengan tutupannya kain putuh dan satu lagi barisan makanan untuk para
kelalungan dengan tutupannya kain merah. Pengawara duduk ngakai berperan
sebagai pihak liau dan kelalungan dan ada juga diantara mereka berperan dari
pihak manusia atau keluarga. Pihak keluarga memberitahukan semua maksud mereka
dan menyuruh para liau kelalungan makan minum sampai kenyang. Dalam kepercayaan
bila liau kelalungan diberi makan maka mereka akan selalu kenyang karena ada
banyak makanan di Lumut (surga).
·
Langkah berikutnya ialah pekintuh liau kelalungan maksudnya ialah
memberitahukan dan memperlihatkan segala harta, perkakas tanda kesukaan
keluarga dan pemberitahuan ini dilaksanakan dalam bahasa wara. Setelah acara
itu mereka siap-siap pulang dilukiskan dengan acara nyerinuq (liau kelalungan
memberi nasihat kepada keluarganya). Pada saat ini sering para keluarga menangis,
meratap para arwah leluhurnya, kadang-kadang sampai kesarongan liau kelalungan.
Nyerinuq dilakukan oleh pengawara yang berperan dari pihak liau kelalungan.
·
Kelalungan pulang dan kembali ketempat
yang disebut Penayaas. Kelalungan
ialah tengkorak manusia.
·
Liau arwah tubuh pulang ketika Sekwatn. Di tengah jalan para liau
istirahat di Pataai Telanan mereka
memanjat buah-buahan. Sampai di dani besar yang disebut Danum Payaaq para liau
menuba ikan. Pengertian menuba bagi liau ialah agar segala pengorbanan (babi)
timbul kembali bagi liau dalam bentuk ikan Kaloi (ikan besar). Segala hewan
kurban akan menjadi pilihan para liau. Sampai di Tenukng Renturukng mereka
istirahat untuk memasak, mengeringkan ikan yang mereka dapat. Kemudian para
liau masuk sensangan turu mereka terus menuju Lumut (Surga).
Sebagai penjelasan
tambahan : Upacara Kenyau yang lamanya tiga sampai lima malam sama caranya.
Tetapi Kenyau tujuh sampai Sembilan malam lain sedikit, harus ada alat yang
disebut Kayutn Tuah liau. Bentuk lungun terserah pada keluarga boleh ada
lapisannya tetapi boleh juga tidak. Bila lungun dibuat lapisan lagi maka
lapisan itu ada dua nama: bila untuk laki-laki disebut Selokng, bila untuk
wanita disebut Lungun Tinaq. Pada kotak tambahan itu diukir/dihias tempat itu harus
besar supaya lungun dapat dimasukkan kedalamnya. Kemudian pada Kenyau semacam
ini derangkau lima malam atau ada tarian liau.
12.
Kenyau
selama 7-9 malam
Pada
hari ketika tujuh untuk laki-laki dan pada hari kelima untuk wanita mulai wara.
Permulaan mengenakan tepung tawar bagi pengawara. Kemudian membangun/mengundang
para wara tua, wara kuasa tempo dulu agar sama-sama ikut acara wara. Ada acara
memberi makan para liau sama seperti acara terdahulu. perbedaan pada tingkat
Kenyau ini ialah pada jumlah hewan kurban selain hewan seperti ayam, babi yang
disembelih atau hari parapm api hari ketujuh ada lagi tiga ekor babi dan tiga
ekor ayam sebagai tambahan. Kemudian ada alat yang disebut Kayutn Tuah Liau
semacam tiang dari bambu besar ukuran kira-kira 3-4 meter. Pada bambu itu
dipasang tujuh gambar burung atau patung burung, pada puncaknya. Ada patung
yang disebut butun. Pada langit-langit rumah digantungkan tujuh piring,
mangkok. Pada bambu tadi dapat dipasang pakaian, kain, celana, baju sebagai
pelengkap. Dasar bamboo adalah sebuah piring besar antik.
Bila sampai 9 malam boleh membuat alat yang lebih tinggi
nilainya dari Kayutn Tuah Liau yaitu “sesudatn kuwikng”, hampir sama dengan
Kayutn Tuah Liau hanya pada alasnya ada semacam kotak (kubus) tutupnya
berbentuk limas. Tiap sudut ada patung burung enggang. Tutupnya dari kayu
gabus, dinding kotak dari kain saja. Dasar kotak juga papan. Isi kotak sebuah
kelapa sebagai ganti tengkorak. Alat itu digantungkan kuat-kuat.
Pada kenyau 7 malam ada acara ngerangkau selama 5 malam.
Alat ngerangkau yang dipasang di kepala pengewara dan pengikatnya sebanyak 7
juga, bila sampai sembilan malam maka jumlah alat ikat kepala atau boyoyakng 9
buah.
Tiap ngerangkau terdiri dari regu yaitu regu laki-laki
dan regu wanita. Pakaian yang digunakan waktu ngerangkau. Alat yang merupakan
ciri khasnya ialah perhiasan/ikat kepala yang disebut biyoyukng. Perhiasan ini
menyerupai tanduk kerbau, pimpinan ngerangkau memakai perhiasan yang terbaik
dan agak besar tanduknya. Yang kedua juga ada tanduk tapi yang lainnya tidak
ada hanya berbentuk ikatan dan ada rumbai-rumbainya, semuanya dari kulit kayu.
Tentang baju dan celana rupa-rupanya tidak terlalu mutlak sesuai dengan
perkembangan jaman. Dulu adalah jamannya memakai baju celana kulit kayu dalam mode
yang ada jaman ini. Pakaian lain yang khusus/khas ialah ikat kepala waktu
mengambil kelalungan dan liau, pengawara memakai ikat kepala merah untuk
mengundang kelelungan dan ikat kepala putih untuk mengundang/mengambil para
liau atau arwah. Pakaian orang berkabung tempo dulu warnanya serba putih,
rambut dipotong bagi wanita, ikat kepalapun warnanya putih.
13.
Lumut
dan Tenangkai
Menurut
kepercayaan Tonyooi-Benuaq yang masih memakai adat kematian seperti Kwangkai,
alam akhirat terbagi dua yaitu Lumut dan Tenangkai.
Setelah
manusia mati, jiwanya ada dua yaitu jiwa tubuh/badan disebut “Liau” dan jiwa
tengkorak disebut “Kelalungan”, walaupun demikian bukanlah berarti kedua jiwa
tersebut berwujud setengah-setengah, melainkan tetap utuh.
Dari
kedua macam jiwa tersebut, satu diantaranya dapat menjadi roh sahabat yaitu
Kelalungan yang telah sempurna. Maksudnya Kelalungan yang berasal dari tempat
tertinggi yang disebut “Tenukng Mentararatn”. Roh-roh itu kadang bila perlu
diundang oleh manusia, misalnya pada waktu upacara Belian.
Liau
tinggal di Lumut dan Kelalungan tinggal di Tenangkai. Kedua tempat itupun
terdiri dari beberapa bagian lagi seperti berikut.
14.
Lumut
Adapun morfologi atau
anatomi “Lumut” adalah sebagai berikut.
(1)
Bagian paling bawah disebut Melinakng Patai. Jika yang mati hanya
diadakan adat Parapm Api dan langsung dikubur, maka arwahnya tinggal
ditempat ini.
(2)
Di atasnya adalah Melinakng Koakng. Jika yang mati diadakan adat yang lebih tinggi
yaitu Pekintuh, maka jiwanya akan
tinggal ditempat/ditingkat kedua ini.
(3)
Tingkat berikutnya adalah Melinakng Bungoq. Jika diadakan
adat Kenyau
Pekintuh dan diadakan acara Ngerangkau
beberapa malam, maka jiwa yang mati itu tinggal di tempat ini.
(4)
Melinakng
Bumut. Sama dengan adat diatas tetapi mengorbankannya
lebih banyak, maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat ini.
(5)
Melinakng
Saikng. Adat sama tetapi memotong seekor sapi, maka jiwa
yang mati akan tinggal di tempat ini.
(6)
Merejakng
Batuq Genikng. Bila diadakan adat Kwangkai dan mayat
dikuburkan dalam sebuah rumah dalam tanah yang disebut Tamangantukng.
(7)
Melinakng
Bulau, atau disebut pula Genantukng Batuq atau Kelemuq
Batuq Reniang Tulakng. Jika diadakan adat Kwangkai dan mayat dikuburkan
dalam kuburan semen.
Ketujuh tingkat
tersebut diatas khusus bagi mayat yang dikuburkan dalam tanah.
Ada
lagi tujuh tingkat berikutnya yaitu bagi mayat yang tidak dikuburkan dalam
tanah, tapi disimpan diatas tanah, entah dalam rumah atau dalam tempat
tertentu. Morfloginya adalah sebagai barikut.
(1)
Tingkat pertama bernama Tenukng Pangorai, bila setelah usai acara adat, mayat disimpan
dalam rumah khususyang disebut Garai.
(2)
Tingkat kedua bernama Penyeringan Bunaq. Bila mayat dibuat
kotak berukir dan disimpan dalam Garai,
maka jiwanya akan tinggal ditempat ini.
(3)
Penyeringan
Bumut, apabila tepat mayat diukir lebih indah lagi yang
biasa disebut Rinaq dan dibuat diatas
tanah, maka jiwa yang mati itu berada ditingkat ini.
(4)
Penyeringan
Bulau. Bila tempat mayat dibuat berupa Taloh, berukir pula dan disimpan dalam Garai, maka jiwa yang mati itu tinggal
ditempat ini.
(5)
Tenukng
Penylawo. Bila tempat mayat dibuat dari ulin semi Tempelaq
bertiang satu yang disebut Kererekng,
maka jiwa orang mati itu akan tinggal ditempat ini.
(6)
Letatn
Sayomulukng. Bila setelah upacara Kwangkai tempat
mayat dibuat lebih indah yang disebut Tempelaq,
maka jiwa yang mati akan tinggal ditempat ini.
(7)
Usuk
Bawo Meno, adalah puncak Lumut tertinggi. Bila setelah
upacara Kwangkai, tempat mayat dibuat lebih bagus lagi yaitu berupa Tempelaq
tingkat tinggi yang disebut Tempelaq
Patiq, maka jiwa yang mati akan tinggal di tingkat akhir ini, untuk
selama-lamanya, bersama para penguasa lumut.
15.
Tenangkai
Solai
Tenangkai
sebagai tempat Kelalungan memiliki beberapa bagian/tingkat sebagai berikut.
(1)
Tingkat paling bawah disebut Langit Banayatakng. Tempat tinggal Kelalungan baru, yaitu bagi mayat yang
belum dibongkar tulang-tulangnya dan belum diadakan adat Kenyau Kwangkai.
(2)
Tenukng
Temayowo. Tempat Kelalungan
yang sudah lama yang hanya diadakan adat Kenyau.
(3)
Usuk
Lenamun Bungaq. Bagi Kelalungan yang telah diadakan adat Kenyau dengan pengorbanan yang lebih banyak lagi. Disini ada
pemimpin para Kelalungan bernama Ayakng Pirikng Neki.
(4)
Teluyatn
Tangkir Langit Benuaq Tingir Layakng. Pemimpin Kelalungan
disini bernama Tatau Mangokng Bulau
dan Sulitn Kelincekng. Bagi
Kelalungan yang sudah diadakan adat Kenyau Kwangkai.
(5)
Tukar
Gnsaq Lemiyang Usuk Temangkai Solaai. Tempat Kelalungan
para bangsawan /mantiq, orang terkemuka. Tentunya juga telah diadakan upacara
Kwangkai.
(6)
Tingkat tertinggi ialah Tenukng Mentararatn. Bagi Kelalungan
yang telah diadakan adat Kwangkai. Para Kelalungan disinilah yang dapat menjadi
roh sahabat manusia yang kadang-kadang dipannggil misalnya waktu upacara
Belian. Mereka disebut Kelalungan tertua. Pemimpin mereka adalah Nayuq Antikng Kerariakng dan Nayun Ketikng Serakng Langit.
Yang
mula-mula mempergunakan Lumut sebagai tempat tinggal ialah Antiq dan Antotn. Mereka
berdua menebas. Membersihkan tempat itu dengan pedang bernama Bulu Ketingen Langit. Karena kuasa
mereka berdua maka daerah Lumut telah siap untuk dihuni para arwah manusia.
Tempat yang telah diperciki keduanya dengan darah hantu bernama Wok Jumatn Langit.
Kemudian
yang pertama kali membersihkan Tenangkai sebagai tempat tinggal para Kelalungan
ialah Jayos dan Jatotn. Mereka berdua adalah pemimpin /penguasa Tenangkai.
Perlu
dijelaskan pula bahwa selain para pemimpin diatas masih ada lagi penguasa di atas mereka, yaitu para
penguasa tertinggi bagi Liau, diantaranya: Nayuq
Sensaliukng Bangah Olo (Dewa Matahari), Nayuq
Sensarepek Bangah Bulatn (Dewa Bulan), Nayuq
Bento Olo, Nayuq Berepm Bulatn, Selengkau Nayun Lumut,& Junung Jore
Piyuyatn.
Adapun
penguasa Liau tertinggi adalah Tatau
Gerupm Tunyukn, Sookng Boyas Nyakas, Itak Kakah Benang Liau, Itak Kakah Kulio,
Pangkotn Taman Kurikng, & Mulukng Tinan Tingkekng.
Adapun
penguasa tertinggi di Tenangkai adalah Nayuq
Antikng Kerariakng, & Nayuq Ketikng Serakng Langit.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Yuvenalis Lahajir, M. Hum, “Studi Tentang
Keberadaan Adat Istiadat Serta Hukum Adat Setempat”, 2009.